Senin, 17 Januari 2011

Mungkinkah mengintip pembentukan materi nano secara mekanis ?

   Nano, nano, nano dan nano... Apapun dewasa ini mengadopsi istilah nano, bahkan meski adakalanya untuk hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan skala nanometer (1 nm = 10-9 m). Skala nano adalah skala terkecil (?!) yang dewasa ini mampu dicapai oleh aplikasi teknologi hasil peradaban modern manusia. Skala ini hanya satu order di atas ukuran 1 atom, yaitu 1 Å (Angstrom) = 10-10 m. Sehingga ukuran 1 nm hanya sekumpulan beberapa atom ! Banyak sekali aplikasi teknologi pada dekade terakhir yang memanfaatkan aneka rekayasa serta karakteristik unggul pada skala nano. Khususnya aneka rekayasa teknologi material di berbagai bidang, seperti teknologi chip, superkonduktor, material baru, dsb.
   Klaim atas teknologi maupun kegiatan riset pada skala nano sudah mendominasi hampir semua aspek kehidupan. Karena menurut NNI (National Nanotechnology Initiative) dari Amerika teknologi nano didefinisikan sebagai aneka rekayasa teknologi di skala 1 ∼ 100 nm [1]. Sehingga teknologi pada order sub-mikron (1 μm = 10-6 m) juga masuk dalam ranah teknologi nano. Perlu diingat 'teknologi' disini tidak hanya berarti rekayasa teknik, tetapi juga rekayasa hayati termasuk bioteknologi. Meski sebenarnya tanpa istilah teknologi nano sekalipun, sudah semenjak awal rekayasa hayati terlebih di level protein maupun DNA sudah mencapai skala nano. Seperti diulas di artikel Deskripsi dinamika biomateri elementer ala fisika partikel elementer, rantai DNA hanya berukuran beberapa nanometer baik panjang maupun lebarnya. Sedangkan protein masih dalam skala sub-mikron. Sehingga jelas bahwa biteknologi adalah pelopor rekayasa teknologi nano...

Produksi material nano secara mekanis
Material nano bisa diproduksi dengan beragam cara, meski secara umum bisa dibagi menjadi dua :
  1. Top-down : produksi dilakukan dengan "menghancurkan" materi masif sampai menjadi berukuran nanometer. Proses ini antara lain dilakukan dengan peralatan mekanis, seperti penumbuk, penggiling dan sejenisnya.
  2. Bottom-up : produksi dilakukan dengan "membentuk" materi berukuran nano dari beragam molekul, misalnya secara kimiawi.
   Pilihan atas metode yang diambil tergantung pada kebutuhan serta karakteristik bahan awal maupun hasil jadi yang diinginkan.

   Riset yang dilakukan fokus pada metoda mekanis. Karena metoda mekanis ini menyimpan problem besar terkait dengan standar keberhasilan serta hasil yang sulit diukur. Sulit diukur karena melibatkan alat mekanis berupa penggiling tertutup dengan gerakan yang acak. Standar keberhasilan yang rendah dalam arti hasil yang dicapai sulit diprediksi, dan harus dilakukan proses try and error dengan ruang parameter yang sangat luas (ukuran awal materi, jumlah materi, kecepatan alat, dsb). Dilain pihak proses pembuatan mekanis ini bisa memakan waktu lama, antara beberapa jam sampai berhari-hari tergantung kepada konfigurasi alat serta jenis material awal.
   Lebih jauh lagi, kasus yang diteliti adalah proses penggilingan mekanis dengan metode ball-mill (BM). BM banyak sekali jenisnya dengan beragam ukuran serta kapasitas sesuai kebutuhan. Teknologi ini mengadopsi teknologi penggilingan biasa dengan memasukkan bola-bola yang bergerak bebas di dalamnya untuk mempercepat proses penghancuran material seperti bisa dilihat di gambar. Sistem ini serupa dengan alat penggiling makanan di rumah, hanya dibedakan dengan bola penghancur yang bergerak bebas, sedangkan alat penggiling makanan memakai bilah-bilah yang terikat permanen.
   Seperti telah disinggung di atas, gerakan dan mekanisme penghancuran di dalam tabung penggiling (vial) di BM tidak bisa diamati. Karena sulit meletakkan aneka sensor di sekeliling, dan terlebih di dalam, tabung yang senantiasa bergerak dengan kecepatan tinggi dan mengeluarkan panas dengan suhu yang cukup tinggi. Meski demikian telah banyak usaha untuk memodelkan proses dan dinamika penggilingan untuk mengurangi luasnya ruang parameter, sehingga bisa meningkatkan efisiensi tanpa harus banyak melakukan try and error
   Pemodelan yang dilakukan selama ini berbasis gerak mekanis dari bola serta bubuk material yang digiling, dikaitkan dengan proses tumbukan di antara mereka ditambah dinding tabung. Dalam model ini dilakukan konstruksi persamaan gerak dari seluruh materi yang ada dengan mengasumsikan beragam jenis gaya yang dianggap penting di dalam sistem, seperti gaya gesek, gaya impak dan sebagainya. Sehingga akan diperoleh satu set persamaan gerak yang melibatkan multi partikel. Tentu saja persamaan gerak ini menjadi persamaan non-linier yang tidak bisa dipecahkan solusinya secara analitik. Untuk itu dilakukan komputasi secara numerik untuk mensimulasikan gerakan di dalam tabung. 

Pemodelan ala fisika statistik
   Diinspirasi oleh metode statistik di fisika partikel, proses di BM direpresentasikan dalam bentuk hamiltonian [2,3,4,5]. Hamiltonian ini semacam total dari seluruh potensial dengan dimensi energi. Di dalam hamiltonian ini dimasukkan aneka potensial yang relevan. Berbeda dengan pendekatan berbasis persamaan gerak, dengan hamiltonian penambahan aneka potensial bisa dilakukan dengan lebih konsisten. 
   Bagaimana mengkaitkan hamiltonian yang telah dibangun dengan pengukuran (observable) yang diharapkan dan relevan ? Ini bisa diformulasikan dengan memakai fungsi partisi di fisika statistik dengan menganggap sebuah sistem sebagai satu ansambel termodinamik. Input utama dari fungsi partisi ini adalah hamiltonian. Dari sebuah fungsi partisi bisa diturunkan energi bebas, entropi dan tekanan dari sebuah sistem yang dikaji.
   Dengan pemodelan ini telah berhasil dikembangkan satu metoda baru yang lebih realistis untuk memodelkan dinamika dalam sebuah tabung di BM. Komputasi numerik juga telah dilakukan untuk kasus spex-mill [2]. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan beberapa hal penting :
  • Proses penghancuran dengan BM tidak bisa di-scaled-up dengan memperbesar ukuran alat BM. Dengan memperbesar ukuran alat BM akan merusak ansambel sistem di dalam yang akan menurunkan kinerja alat.
  • Secara umum geometri gerakan alat BM tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Karena ansambel sistem tidak banyak berubah dengan perubahan gerak geometrinya.
   Sehingga hasil diatas merekomendasikan paralelisasi alat BM untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kedua, akan lebih efisien untuk mengembangkan metode penghancuran dengan beberapa sistem daripada mengubah-ubah geometri gerakan (menjadi lebih kompleks) yang malah akan meningkatkan kerumitan mekanis serta menurunkan usia pakainya.Seperti contoh gambar di atas, bisa diperoleh kaitan antara rasio ukuran bola dan bubuk silika yang digiling dengan kemampuan penggilingan yang direpresentasikan sebagai fungsi energi F. Simulasi ini diperoleh dari komputasi numerik dengan Monte Carlo karena melibatkan integral multi dimensi. Simulasi ini masih merupakan simulasi awal, karena baru dilakukan untuk 1 titik putaran. Seharusnya simulasi skala penuh harus dilakukan untuk seluruh titik putaran. Misal : untuk simulasi proses selama 24 jam penggilingan dengan frekwensi 1 s-1 akan melibatkan 24 x 60 x 60 ∼ 104 titik. Bila ukuran awal bubuk adalah 100 μm, maka simulasi Monte Carlo yang dilakukan minimal ∼ 107 x 107 x 107 x 104 = 1025

from : Fisika LIPI


0 komentar:

Posting Komentar